Minggu, 04 Agustus 2024

HUKUM MENGGUNAKAN PUPUK KANDANG

 


Oleh: KH. M. Shiddiq Al Jawi, M.Si.

Soal:

Ustadz, saya ingin bertanya masalah pupuk kandang.

Apa hukumnya menurut Islam?

Soalnya saya melihat bahwa penggunaanya itu susah untuk dihindari.

Jawab:

Para ‘ulama berbeda pendapat dalam menghukumi status hukum penggunaan barang-barang najis. Sebagian ulama membolehkan, sebagian lain mengharamkan. Pendapat yang dipilih adalah pendapat yang mengharamkan. Untuk itu, penggunaan pupuk kandang untuk pemupukan tanaman pada dasarnya adalah perbuatan haram, karena termasuk ke dalam “memanfaatkan atau menggunakan benda-benda najis”. Pemanfaatan di sini tidak terbatas pada aspek memakan, meminum, atau menjualnya, akan tetapi juga mencakup pemanfaatannya untuk pemupukan, pakan ikan, dan sebagainya. Adapun dalil yang mengharamkan pemanfaatan atau penggunaan barang-barang najis ada dua sisi: pertama, pengharaman najis dari sisi najis itu sendiri; kedua, adanya dalil-dalil yang mengharamkan najis dari sisi dzatnya, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan darah, bangkai, kencing, anjing, babi dan sebagainya.

1. Keharaman najis dari sisi najis itu sendiri.

Di dalam al-Qur’an terdapat perintah dari Allah SWT agar kaum muslim menjauhi segala macam najis. Allah SWT berfirman tentang khamer:

“Sesungguhnya arak, judi, berhala dan bertenung itu adalah najis, termasuk pekerjaan setan.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 90).

Maksud ayat ini adalah perintah untuk menjauhi najis itu sendiri. Walaupun najis dalam ayat ini dihubungkan pada arak, judi, berhala dan bertenung, akan tetapi perintah untuk menjauhinya tidak dihubungkan dengan empat hal tersebut akan tetapi dihubungkan dengan kata “najis” itu sendiri. Walhasil, berdasarkan dalalah isyarah bisa ditetapkan, bahwa ayat ini memerintahkan kaum muslim untuk menjauhi najis dari sisi najis itu sendiri. Allah SWT berfirman:

“Hendaklah kamu jauhi najis…” (Qs. al-Hajj [22]: 30).

Meskipun maksud najis dalam ayat ini adalah najis maknawi, akan tetapi tidak boleh dikatakan bahwa ia hanya mencakup najis maknawi saja dan tidak mencakup pada najis hissiy (najis factual). Sebab, kata “rijs” pada ayat kedua (Qs. al-Hajj [22]: 30) dihubungkan dengan huruf alif dan lam (isim ma’rifah), sehingga ia berfaedah pada pengertian umum. Artinya, “rijs” di sini bersifat umum, tidak hanya najis maknawi, akan tetapi juga najis hissiy.

Semua ini menunjukkan bahwa perintah untuk menjauhi najis disebabkan karena najis itu sendiri, bukan karena sebab yang lain.

2. Dalil-dalil yang mengharamkan najis.

Banyak sekali riwayat yang menuturkan tentang keharaman najis dari sisi dzatnya sendiri, misalnya darah, daging babi, kencing, dan lain sebagainya.

*Bangkai. Rasulullah Saw telah mengharamkan bangkai, baik menjualnya, memanfaatkannya (kecuali kulit yang disamak, bangkai ikan, dan belalang), dan dianggap sebagai najis. Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwa Rasulullah Saw bersabda:

“Apa yang dipotong dari binatang ternah, sedang ia masih hidup adalah bangkai.” [HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi].

*Darah, baik ia darah mengalir, yaitu darah dari sembelihan hewan, atau darah haidl. Yang dimaksud darah di sini adalah darah yang tertumpah, bukan darah yang terdapat dalam urat-urat binatang yang disembelih. Allah SWT berfirman:

“Katakanlah, ‘Tidak kujumpai di dalam wahyu yang disampaikan kepadaku makanan yang diharamkan kecuali bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi, karena itu adalah najis.” (Qs. al-An’âm [6]: 145]).

Aisyah berkata, “Kami makan daging sedangkan darah tampak seperti benang-benang dalam periuk.” Kata Hasan pula, “Kaum muslim tetap melakukan sholat dengan luka-luka mereka.” [HR. Bukhari].

*Daging babi. Allah SWT berfirman:

“Katakanlah, ‘Tidak kujumpai di dalam wahyu yang disampaikan kepadaku makanan yang diharamkan kecuali bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi, karena itu adalah najis.” (Qs. al-An’âm [6]: 145)

Ayat ini menunjukkan dengan jelas, bahwa daging babi adalah najis.

Anjing. Ia adalah najis dan wajib dicuci bagian tubuh yang dijilatnya. Ini didasarkan pada hadits riwayat Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah Saw:

“Menyucikan bejanamu yang dijilat oleh anjing, ialah dengan mencucinya sebanyak tujuh kali, mula-mula dengan tanah.” [HR. Muslim, Imam Ahmad, Abu Daud, dan al-Baihaqi].

*Binatang Jallalah. Binatang jallalah termasuk najis, karena ada larangan mengendarai, memakan dagingnya dan meminum susunya. Yang dimaksud dengan binatang jallalah adalah binatang yang suka makan kotoran sampai baunya berubah, baik hewan itu unta, sapi, kambing, ayam, itik, dan lain sebagainya. Jadi, jika itik diberi makan kotoran hingga berubah baunya, maka ia termasuk binatang jallalah. Terhadap binatang jallalah ini Rasulullah Saw telah melarang memakan dan mengendarainya. Ibnu ‘Abbas berkata, “Rasulullah Saw telah melarang meminum susu jallalah.” [HR. Imam Lima]. Dalam riwayat lain dituturkan, “Nabi melarang mengendari jallalah.” [HR. Abu Dawud].

Akan tetapi, jika binatang jallalah ini dikurung dan dipisahkan dari kotoran dan diberi makan yang bersih hingga beberapa waktu, dan kembali memakan makanan yang bersih, maka ia tidak lagi disebut binatang jallalah.

Seluruh hadits-hadits di atas adalah dalil yang terperinci mengenai keharaman benda-benda najis. Jika Allah SWT telah mengharamkan najis, maka menggunakannya juga tidak diperbolehkan. Kecuali tentang air kencing yang digunakan untuk berobat. Dengan demikian, kotoran hewan tidak boleh digunakan untuk apapun. Sebab, ia adalah najis. Perhatikan sabda Rasulullah saw terhadap bangkai, Rasulullah Saw bersabda:

“Janganlah kalian memanfaatkan bagian dari bangkai sedikitpun.” [HR. Bukhari dalam al-Târîkh].

Walhasil, pemanfaatan kotoran untuk pupuk termasuk perbuatan memanfaatkan najis yang terkategori keharaman.

Para fuqaha juga melarang jual beli benda-benda najis dan haram. Para ‘ulama membahas jual beli benda-benda haram dan najis ini dalam bab “Jual Beli Terlarang”.

Abu Bakar al-Jazairi dalam kitab Minhaj al-Muslim menyatakan, “Seorang muslim tidak boleh (haram) memperjualbelikan barang haram dan najis. Seorang muslim tidak boleh memperjualbelikan khamer, babi, gambar, bangkai, patung dan juga anggur yang hendak dijadikan khamer.” Ini didasarkan pada sabda Rasulullah Saw, “Sesungguhnya Allah mengharamkan menjual khamer, bangkai, babi, dan patung.” [HR. Muttafaq ‘alaihi].

“Barangsiapa menimbun anggur pada waktu panen untuk kemudian menjualnya kepada orang Yahudi atau Nashrani atau kepada siapa saja yang akan menjadikannya khamer, maka jelas-jelas dia telah memasukkan api neraka ke dalam matanya.” [HR. al-Baihaqi dan ath-Thabarani].

Jadi, siapa saja yang memperjualbelikan kotoran hewan baik untuk pupuk, atau untuk kepentingan yang lain adalah perbuatan haram.

Pada dasarnya anda bisa menggunakan pupuk dari daun-daun yang dibakar, atau dari daun-daun yang masih segar. Pupuk ini tidak kalah bagusnya dibanding pupuk kandang. Pemahaman bahwa tanaman hanya bisa subur dengan pupuk kandang adalah pemahaman yang kurang tepat. Wallahu a’lam bi as-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar