Jumat, 02 Agustus 2024

HUKUM BARANG KW ATAU TIRUAN

 



Oleh: KH. M Shiddiq Al Jawi, M.Si.


Barang KW adalah barang imitasi/tiruan dari barang yang asli (original). Kata KW berasal dari "kwalitas" yang konotasinya "imitasi" atau "tiruan". Awalnya istilah KW digunakan untuk tas tangan wanita tiruan bermerek (branded), yang digunakan oleh pedagang untuk menunjukkan kategori kualitas dan range (kisaran) harganya. Misal "KW super" untuk barang tiruan terbaik yang mendekati aslinya, "KW1" untuk barang tiruan di peringkat bawahnya, dan seterusnya. Akhirnya istilah barang KW digunakan secara luas untuk produk-produk tiruan lainnya, seperti HP, jam tangan, baju bermerek, dsb.


Hukum syar'i menjualbelikan barang KW adalah haram, dengan dua alasan sbb; 

PERTAMA, karena penjual barang KW telah menjual barang dengan merek orang lain yang bukan merek milik sendiri. Padahal syara' telah mengakui adanya nilai finansial pada merek, yaitu diakui sebagai manfaat yang mempunyai nilai harta (maaliyatul manfaah).


Dalilnya hadits-hadits Rasulullah SAW yang menunjukkan bahwa manfaat/jasa itu secara umum mempunyai nilai harta (maaliyatul manfaah). Rasulullah SAW pernah menikahkan seorang sahabat dengan mahar berupa manfaat/jasa mengajarkan Alquran, dengan bersabda: "Aku nikahkan kamu dengan perempuan itu dengan Alquran yang ada padamu." (HR Bukhari, no 2186).


Syeikh Ziyad Ghazal menjelaskan hadits itu dengan berkata, "Dalam hadits ini Rasulullah SAW telah menjadikan manfaat mengajarkan Alquran sebagai harta, sebagaimana dikatakan Imam lbnu Rajab Al Hanbali, Kalau manfaat itu bukan bernilai harta, niscaya manfaat tidak sah untuk tujuan ini [sebagai mahar]"(Ibnu Rajab Al Hanbali, AI Qawa'id Al Fiqhiyyah, hlm. 123).


Maka dari itu, pelanggaran hak (al i'tida) terhadap merek dengan melakukan pemalsuan/peniruan (imitation, taqliid) adalah haram hukumnya, karena termasuk kecurangan/penipuan (al ghisy) yang telah diharamkan Islam, sesuai sabda Rasulullah SAW "Barangsiapa yang melakukan penipuan/kecurangan (al ghisy), maka dia bukanlah dari golongan kami" (HR Muslim, no 164). (Ziyad Ghazal, Masyru' Qanun Al Buyu' fi Ad Daulah Al Islamiyyah, hlm. 133-134).


KEDUA, karena penjual barang KW telah menyembunyikan cacat pada barang dagangan (tadliis fi al ba'i), karena kualitas barang yang dijualnya tidak sama kualitasnya dengan barang asli (origina). Rasulullah SAW bersabda,"Seorang Muslim adalah saudara Muslim lainnya, dan tidaklah halal seorang Muslim menjual kepada saudaranya barang yang ada cacatnya, kecuali dia menerangkan cacatnya kepada saudaranya" (HR Ibnu Majah, no 2246). (Ziyad Ghazal, Masyru'Qanun Al Buyu' f Ad Daulah Allslamiyyah, hlm. 134).


Sebagaimana haramnya menjual belikan, haram pula memproduksi dan menggunakan barang KW. Haramnya memproduksi barang KW berdasarkan kaidah fiqih: al shinaa'ah ta'khudzu hukma maa tuntijuhu (hukum memproduksi barang bergantung pada produk yang dihasilkan). (Taqiyuddin Nabhani, Muqaddimah Al Dustur 2/135; Abdurrahman Maliki, Al Siyasah Al Iqtishadiyyah Al Mutsla, hlm. 29-30). Dalam hal ini barang yang dihasilkan dalah barang KW yang haram dijualbelikan, maka memproduksi barang KW hukumnya juga haram.


Adapun keharaman menggunakan barang KW, dikarenakan barang KW diperoleh melalui akad jual beli yang tak sah, yang implikasinya adalah tak adanya kebolehan memanfaatkan (ibahatul intifa') pada barang yang dibeli. Jadi akad jual beli yang sah menjadi sebab bolehnya pemanfaatan. Sebaliknya jika sebab itu tidak ada, yakni akad jual belinya tak sah, berarti bolehnya pemanfaatan itu tidak ada. Kaidah fiqih menyebutkan: Zawal al ahkam bi zawal asbabiha. (Hukum-hukum itu menjadi tiada disebabkan tiadanya sebab-sebabnya). (Izzuddin bin Abdis Salam, Qawa'id Al Ahkam fi Mashalih Al Anam, 2/4). Wallahu a'lam.

——————————

Tidak ada komentar:

Posting Komentar