Kamis, 23 Juni 2022

MENDIRIKAN NEGARA ALA NABI, HARAMKAH?



Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi, M. Si.


Tanya :

Ustadz, ada tokoh yang bilang haram hukumnya mendirikan negara ala Nabi Muhammad SAW, dengan alasan setelah wafatnya Nabi SAW tidak ada wahyu lagi yang turun dan tidak ada nabi lagi. Bagaimana pendapat Ustadz? (Zainul K., Jakarta).


Jawab :

Pendapat tersebut batil dan hanya sebuah kebohongan. Karena meskipun setelah Nabi SAW meninggal tidak ada wahyu lagi yang turun dan tidak akan ada nabi lagi, namun kenyataan ini tidak dapat dijadikan alasan untuk mengharamkan mendirikan negara ala Nabi.

Perlu diketahui bahwa Nabi SAW mempunyai dua kedudukan; yaitu kedudukan sebagai nabi dan kedudukan sebagai pemimpin.

Syekh Abdul Qadim Zallum berkata :


فَكَانَ يَتَوَلَّى مَنْصِبَ النُّبوَّةِ والرِّسالَةِ وَكَانَ فِي نَفْسِ الوَقْتِ يَتَوَلَّى مَنْصِبَ رِئاسَةِ المُسْلِمِينَ فِي إِقامَةِ أَحْكامِ الإِسْلامِ

”Nabi SAW itu dahulu memegang kedudukan kenabian dan kerasulan (manshib al-nubuwwah wa al-risâlah), dan pada waktu yang sama Nabi SAW memegang kedudukan kepemimpinan (manshib al-ri`âsah) bagi kaum muslimin untuk menegakkan hukum-hukum Islam." (Abdul Qadim Zallum, Nizhâm Al-Hukm fî Al-Islâm, hlm. 116-117).


Nah, ketika Nabi SAW wafat, kedudukan kenabian dan kerasulan (manshib al-nubuwwah wa al-risâlah) berhenti, jadi wahyu dan nabi tak akan ada lagi. Namun kedudukan kepemimpinan (manshib al-ri`âsah) sebagai kepala negara, tetap berlanjut dengan dilanjutkan oleh para khalifah.

Jadi, ketika para khalifah itu menggantikan Nabi SAW, mereka hanyalah meneruskan kedudukan kedua Nabi SAW, yaitu kedudukan sebagai pemimpin, bukan meneruskan kedudukan pertama Nabi SAW sebagai nabi untuk menerima wahyu, karena wahyu tidak turun lagi.

Dalam sebuah hadits shahih, Nabi SAW bersabda :

 

كَانَتْ بَنُو إسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الأنْبِيَاءُ، كُلَّما هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ، وإنَّه لا نَبِيَّ بَعْدِي، وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ فَتَكْثُرُ

”Dahulu Bani Israil dipimpin dan diatur segala urusannya oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi wafat, dia digantikan nabi lainnya. Dan sesungguhnya tak ada lagi nabi sesudahku, yang ada adalah para khalifah dan jumlah mereka akan banyak…" (HR Muslim, no 1842).


Hadits Nabi SAW tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa :

Pertama, tidak ada lagi nabi lagi setelah Nabi SAW meninggal. Ini artinya, kedudukan pertama bagi Nabi SAW, yaitu kedudukan kenabian dan kerasulan (manshib al-nubuwwah wa al-risâlah) dengan mendapat wahyu langsung dari Allah, telah berakhir dengan wafatnya Nabi SAW.

Kedua, akan ada khalifah-khalifah setelah wafatnya Nabi SAW. Ini artinya, kedudukan kedua bagi Nabi SAW, yaitu kedudukan kepemimpinan (manshib al-ri`âsah), tidaklah berakhir, melainkan digantikan dan diteruskan oleh para khalifah setelah wafatnya Nabi SAW.

Jadi, ketika Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq menggantikan kedudukan Nabi SAW, beliau hanyalah meneruskan kedudukan kedua Nabi SAW, yaitu kedudukan sebagai pemimpin, bukan meneruskan kedudukan pertama Nabi SAW, yaitu kedudukan sebagai nabi untuk menerima wahyu secara langsung dari Allah, karena wahyu tidak akan turun lagi setelah wafatnya Nabi SAW.

Dengan demikian, jelaslah bahwa meski setelah Nabi SAW meninggal tidak ada wahyu lagi yang turun dan tidak akan ada nabi lagi, namun kenyataan ini tidak dapat menjadi alasan untuk mengharamkan mendirikan negara ala Nabi SAW.

Bahkan Nabi SAW sendiri memerintahkan untuk mengikuti sunnah (metode/tharîqah dalam i’tiqâd dan ‘amal) dari beliau dan sunnah dari Khulafa’ur Rasyidin, termasuk sunnah menjalankan negara ala Nabi SAW. Rasulullah SAW bersabda :


فعَلَيْكُمْ بسنَّتِي وسنَّةِ الخلَفَاءِ الراشدينَ المهديينَ عضُّوا عليها بالنواجِذِ

”Maka hendaklah kamu berpegang teguh dengan sunnah-ku, dan juga sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi gerahammu…” (HR Tirmidzi no. 2676; hadits shahih).


Jadi, salahnya di mana jika umat Islam meneruskan atau mendirikan negara ala Nabi SAW?

Bagaimana mungkin mendirikan negara ala Nabi SAW dikatakan haram?

Dengan demikian, pendapat yang mengharamkan negara ala Nabi SAW jelas merupakan kebatilan dan kebohongan.

Firman Allah SWT :


وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَا تَصِفُ اَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هٰذَا حَلٰلٌ وَّهٰذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُوْا عَلَى اللّٰهِ الْكَذِبَۗ اِنَّ الَّذِيْنَ يَفْتَرُوْنَ عَلَى اللّٰهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُوْنَۗ

”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, ”Ini halal dan ini haram,” untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidaklah akan beruntung.” (QS An Nahl [16] : 116).


Wallahu a’lam.


——————————

Like & Share

——————————

Facebook: fb.com/konawebersyariah

Twitter: twitter.com/konawesyariah

Instagram: www.instagram.com/konawebersyariah

Blog: http://konawebersyariah.blogspot.com/?m=1

YouTube: https://www.youtube.com/channel/UCpMvCZV3L6vStcAnYhjNm2Q


——————

Tidak ada komentar:

Posting Komentar