Sabtu, 06 Juni 2020

BENARKAH MENGKRITIK PENGUASA DI MUKA UMUM TERMASUK GHIBAH YANG HARAM?



Oleh: Ustadz Iful Fitrah

Sebagian orang menganggap kritik pada penguasa di muka umum termasuk ghibah karena itu haram dilakukan. Secara definitif menceritakan kejelekan seseorang termasuk penguasa kepada orang lain apalagi di muka umum memang termasuk ghibah, tapi apakah otomatis haram?

Pengertian ghibah secara syar'i adalah;

ذكرُك الإِنسانَ بما فيه مما يكرهُ، سواءٌ كان في بدنه، أو دينه، أو دنياهُ سواءٌ ذكرتهُ بلفظك أو كتابك، أو رمزتَ، أو أشرتَ إليه

(ghibah) adalah sebutanmu terhadap seseorang tentang dirinya yang ia benci baik itu tentang tubuhnya, agamanya atau dunianya baik itu dengan lafadz, tulisan atau isyarat
_(An Nawawi, Al Adzkar, hal. 535)_

Mengenai hukumnya para ulama telah sepakat akan keharamannya berdasarkan firman Allah;

وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

Dan janganlah sebagian kalian mengghibah sebagian yang lain apakah salah seorang dari kalian senang memakan daging bangkai saudaranya tentu kalian merasa jijik dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha penerima taubat dan Maha penyayang (QS. Al Hujurat: 12)

Namun apakah dalam semua kondisi ghibah selamanya haram tanpa pengecualian ? Jawabannya tidak. Sebab Nabi SAW dalam beberapa kondisi pernah melakukan ghibah atau mendiamkan ghibah yang dilakukan seseorang di hadapannya. Misalnya beberapa riwayat berikut;

 عن عائشة رضي الله عنها أن رجلا استأذن على النبي صلى الله عليه وسلم فقال : ائذنوا له بئس أخو العشيرة

Dari ‘A'isyah RA bahwa seorang laki-laki minta izin kepada Nabi SAW, kemudian Nabi SAW bersabda, ”Berilah izin kepada orang itu, dia adalah orang yang paling jahat di tengah-tengah keluarganya.” (HR. Bukhari & Muslim).

عن فاطمة بنت قيس رضي الله عنها قالت أتيت النبي صلى الله عليه وسلم فقلت : إن أبا الجهم ومعاوية خطباني، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أما معاوية فصعلوك لا مال له، و أما أبو الجهم فلا يضع العصا عن عاتقه

Dari Fathimah binti Qais RA, dia berkata, “Aku pernah mendatangi Nabi SAW dan berkata, ’Sesungguhnya aku telah dikhitbah (dilamar) oleh Abul Jahm dan Mu’awiyah.’ Kemudian Rasulullah SAW bersabda, ’Adapun Muawiyah maka ia orang miskin yang tak punya harta. Sedang Abul Jahm tak pernah meletakkan tongkat dari bahunya (suka memukul).’ (HR Bukhari & Muslim)

Dalam dua hadis ini jelas Nabi SAW melakukan ghibah karena menyebut seseorang dengan kejelekannya.

Demikian pula Nabi SAW pernah mendiamkan perilaku ghibah yang dilakukan seseorang di hadapannya, seperti riwayat berikut;

عن عائشة رضي الله عنها قالت قالت هند امرأة أبي سفيان للنبي صلى الله عليه وسلم فقلت : إن أبا سفيان رجل شحيح وليس يعطيني ما يكفيني وولدي إلا ما أخذت منه وهو لا يعلم قال خذي ما يكفيك وولدك بالمعروف

Dari ‘A'isyah RA, dia berkata, “Hindun isteri istri Abu Sufyan berkata kepada Nabi SAW, ’Sesungguhnya Sufyan adalah seorang laki-laki yang bakhil, dia tidak memberiku apa yang mencukupi kebutuhanku dan kebutuhan anakku, kecuali aku mengambil darinya sedang dia tak tahu. Rasulullah SAW bersabda, “Ambillah apa-apa yang mencukupimu dan mencukupi anakmu dengan ma’ruf.” (HR. Bukhari & Muslim)

Dalam hadis ini jelas Hindun menggibahi suaminya di hadapan Rasulullah SAW tetapi beliau mendiamkan perilaku Hindun.

Dengan demikian ghibah tidaklah haram secara mutlak, melainkan terdapat kondisi yang menjadi pengecualian.

Imam An Nawawi menjelaskan enam kondisi seseorang boleh berghibah yakni;

1. Ghibah untuk mengadukan kezaliman _(at-tazhallum)_, maka boleh orang yang dizalimi mengadukan kezaliman yang dialaminya kepada penguasa atau hakim

2. Ghibah untuk minta tolong _(al-isti’anah)_ menghilangkan kemungkaran dan mengembalikan orang yang bermaksiat ke jalan yang benar.

3. Ghibah untuk minta fatwa _(istifta')_ misal seseorang berkata kepada mufti, ”Ayahku atau saudaraku telah menzalimiku, apakah mereka berhak berbuat demikian menurut syara’?” Atau, ”Suamiku berbuat demikian, apakah dibolehkan?”

4. Ghibah untuk memperingatkan _(tahdziir)_ atau menasehati kaum muslimin agar tidak terjatuh dalam keburukan.

5. Ghibah terhadap orang yang terang-terangan berbuat fasik atau bid’ah, seperti orang yang orang yang minum khamr secara terang-terangan. Boleh kita menyebutkan perbuatannya  itu kepada orang lain.

6. Ghibah untuk memperkenalkan _(at-ta’riif)_. Misalnya ada orang yang dikenal dengan nama “si Buta”, “si Tuli”, dsb, maka boleh menyebut nama-nama itu dengan niat untuk memperkenalkan, bukan dengan niat menjelek-jelekkan.
_(An Nawawi, al Adzkar, hal. 544)_

Dengan demikian mengkritik penguasa yang menerapkan sistem demokrasi di muka umum hukumnya boleh. Sebab penguasa tersebut secara terang-terangan melakukan perbuatan fasik dan bid'ah yakni menerapkan hukum selain hukum Allah. Allah SWT berfirman;

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah maka mereka itulah orang-orang yang fasik (QS. Al Maidah : 47)

Ditambah lagi jika penguasa itu jelas-jelas melakukan kedzaliman dengan membuat kebijakan yang merugikan rakyat. Ibrahim an-Nakha'i RA (seorang tabiin) berkata:

ثلاث لا يعدونه من الغيبة : الامام الجائر والمبتدع والفاسق المجاهر بفسقه

“Tiga perkara yang mereka tidak menganggapnya ghibah: imam yang zalim, orang yang berbuat bid’ah, dan orang fasik yang terang-terangan dengan perbuatan fasiknya.”
_(Ibnu Abi Dunya, Ash-Shumtu wa Adabul Lisan,  hal. 337)_.

Adapun hadits;

مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِذِيْ سُلْطَانٍ فَلاَ يُبْدِهِ عَلاِنِيَةً وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَيَخْلُوْ بِهِ فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ وَإِلاَّ كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِيْ عَلَيْهِ

“Barang siapa ingin menasihati seorang penguasa maka jangan ia tampakkan terang-terangan, akan tetapi hendaknya ia mengambil tangan penguasa tersebut dan menyendiri dengannya. Jika dengan itu, ia menerima (nasihat) darinya maka itulah (yang diinginkan, red.) dan jika tidak menerima maka ia (yang menasihati) telah melaksanakan kewajibannya.” (HR. Ahmad)

Maka hadis ini dhaif, didhaifkan oleh Imam Al Dzahabi dan Imam Al Haitsami _(Al Majma', 5/229)_

Allahu a'lam

——————————
 Like & Share
——————————
Facebook: fb.com/konawebersyariah
Twitter: twitter.com/konawesyariah
Instagram: www.instagram.com/konawebersyariah
Blog: http://konawebersyariah.blogspot.com/?m=1
YouTube: https://www.youtube.com/channel/UCpMvCZV3L6vStcAnYhjNm2Q
——————
——————

Tidak ada komentar:

Posting Komentar