Kamis, 16 Januari 2020

Al-FATIH, SANG PENAKLUK KONSTANTINOPEL



Oleh: Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

Lalu kabar gembira itu terealisir di tangan pemuda ini Muhammad al-Fatih yang usianya belum genap 21 tahun, tetapi dia telah dipersiapkan dengan baik untuk itu sejak masa kanak-kanaknya. Bapaknya, Sulthan Murad Kedua menaruh perhatian besar kepadanya. Ia menjadikan Muhammad al-Fatih belajar kepada para ustaz terbaik di masanya, termasuk Ahmad bin Ismail al-Kawrani yang disebutkan oleh as-Suyuthi sebagai pengajar pertama al-Fatih.

As-Suyuthi berkata tentangnya, bahwa ia seorang alim faqih. Para ulama masanya mengakuinya lebih unggul dan sempurna. Bahkan para ulama masanya menyebutnya Abu Hanifah zamannya.

Demikian juga syaikh Aq Syamsuddin Sanqar yang menjadi orang pertama yang menanamkan di benak Muhammad al-Fatih sejak kecil hadis Rasulullah ﷺ tentang penaklukan Konstantinopel.

Pemuda itu pun tumbuh besar memusatkan perhatian agar penaklukan itu terealisir melalui tangannya Syaikh Aq Syamsuddin mengajarkan kepada Muhammad al-Fatih ilmu-ilmu mendasar berupa al-Qur'an, hadis, sunnah nabawiyah dan fikih. Demikian juga Bahasa Arab, Persia dan Turki. Sebagaimana juga mengajarkan sebagian ilmu kehidupan seperti matematika, al-falak (astronomi), sejarah ini ditambah lagi keberaniannya dalam berburu dan seni berperang Allah memuliakannya dengan anugerah dan karunia-Nya. Terealisir untuknya pujian Rasulullah ﷺ.

Al-Fatih adalah sebaik-baik panglima dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara. Di mana hati mereka dipenuhi oleh iman. Tubuh mereka bertolak melakukan persiapan dan jihad yang benar. Mereka menolong Allah maka Allah menolong mereka dengan penaklukan agung ini, maka segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam.

===

Al-Fatih tajam pandangannya dan tepat penglihatannya. Setiap kali ia melihat adanya celah maka ia selesaikan dengan benar dengan izin Allah. Setiap kali tampak ada halangan, ia hilangkan dengan pertolongan Allah. Ada tiga rintangan yang ia selesaikan dengan sangat cerdas dan pandai:

1️⃣ Prajurit-prajuritnya mengeluhkan dinginnya cuaca sedangkan mereka di tempat terbuka di sekitar tembok Konstantinopel, maka al-Fatih membangun benteng untuk mereka berlindung setiap kali diperlukan.

Al-Fatih tidak ingin prajurit mengendurkan pengepungan jika berkepanjangan dan mereka kembali seperti yang dilakukan oleh pasukan kaum Muslim sebelum-sebelumnya yang menyerang Konstantinopel. Sebaliknya, al-Fatih ingin agar pasukan tidak kembali kecuali Konstantinopel ditaklukkan dengan izin Allah.

===

2️⃣ Juga, dinding Konstantinopel memiliki tiga lapisan dan antara masing-masing lapisan dan yang lainnya berjarak beberapa meter. Oleh karena itu, Al-Fatih bingung tentang masalah ini. Di zaman mereka tidak ada senjata yang memiliki kekuatan penghancur sebesar itu. Sebaliknya, senjata terkuat mereka adalah manjaniq (ketapel), yang melemparkan batu meski tidak berukuran kecil tetapi tidak cukup untuk membuka lubang di dinding dengan ukuran seperti itu.

Dan karena Muhammad al-Fatih mengikuti kemampuan militer di dunia, telah sampai informasi kepadanya bahwa salah seorang insinyur Hungaria (yaitu Urban) telah menyiapkan gagasan membuat meriam dengan kekuatan khusus yang dapat membongkar tembok.

Urban telah menawarkan jasanya kepada Kaisar Konstantinopel, tetapi Kaisar tidak mempedulikannya. Maka al-Fatih pun menyambutnya dengan baik. Urban diberi dana dan semua fasilitas yang memungkinkannya untuk menyelesaikan penemuannya itu. Urban pun mulai membuat meriam itu dengan dibantu oleh para insinyur Utsmani. Dan al-Fatih mengawasi sendiri kerja mereka. Tidak sampai tiga bulan Urban telah membuat tiga meriam dengan ukuran besar. Berat peluru meriam itu sekitar satu setengah ton.

Al-Fatih tidak suka uji coba meriam itu di dinding Konstantinopel karena takut hasilnya tidak seperti yang diharapkan dan orang-orang Romawi melihatnya dari balik dinding, sehingga bisa mempengaruhi kekuatan kaum muslim. Maka dia melakukan uji coba di Edirne dan berhasil maka dia pun memuji Allah. Al-Fatih memindahkan tiga meriam dari Edirne ke dekat dinding Konstantinopel untuk menghancurkan dinding dan orang-orang Romawi pun menyerah.

===

3️⃣ Kemudian ada hal lain yang menyibukkannya. Al-Fatih tahu bahwa dinding Konstantinopel lemah di wilayah teluk di sekitar Konstantinopel. Dan meskipun orang-orang Romawi memahami kelemahan dinding di sisi teluk, tetapi mereka yakin bahwa kapal-kapal kaum Muslim tidak akan dapat menjangkau mereka dikarenakan penutupan pintu masuk ke teluk dengan rantai logam.

Tetapi al-Fatih rahimahullah sampai kepada keputusan untuk meluncurkan kapal melewati bukit Galata yang berseberangan dengan dinding dari sisi teluk (Tanduk Emas -Golden Horn-). Dia memasang kayu di permukaan bukit dan menuangkan sejumlah besar minyak dan pelumas di atasnya, kemudian menggelincirkan kapal di atasnya. Dan dalam satu malam, mampu diturunkan ke teluk sebanyak 70 kapal. Dan hal itu luar biasa bagi orang-orang Romawi.

Ketika pagi menjelang dan mereka melihat kapal-kapal kaum Muslim berada di teluk, hati mereka pun penuh dengan rasa ngeri dan terjadilah kemenangan dan penaklukan dan segala pujian hanya milik Allah, Rabb semesta alam.

===
#Remember1453
#ConquestofConstantinople
#MuslimPernahJaya
#TheReturnofKhilafah
#TheSecondRevivalofIslam

Minggu, 05 Januari 2020

Rincian Hukum terkait Masalah Rokok



Tanya :
Ustadz, mohon penjelasan yang paling rajih tentang hukum merokok? (Afif, Amuntai. Rif’ah, Gresik)

Jawab :

Terdapat khilafiyah hukum rokok menjadi 3 (tiga) versi. Pertama, haram. Antara lain pendapat Muhammad bin Abdul Wahab, Abdul Aziz bin Baz, Yusuf Qaradhawi, Sayyid Sabiq, dan Mahmud Syaltut. Kedua, makruh. Antara lain pendapat Ibnu Abidin, Asy-Syarwani, Abu Sa’ud, dan Luknawi. Ketiga, mubah. Antara lain pendapat Syaukani, Taqiyuddin Nabhani, Abdul Ghani Nablusi, Ibnu Abidin, dan pengarang Ad-Durrul Mukhtar. (Wizarat al-Awqaf Al-Kuwaitiyah, al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, Juz 10, Bab “At-Tabghu”; Abdul Karim Nashr, Ad-Dukhan Ahkamuhu wa Adhraruhu, hal. 23; Ali Abdul Hamid, Hukm ad-Din fi al-Lihyah wa At-Tadkhin, hal. 42).
Menurut kami, pendapat yang rajih(kuat) adalah yang memubahkan, kecuali bagi individu tertentu yang mengalami dharar (bahaya) tertentu, maka hukumnya menjadi haram bagi mereka.
Rokok hukum asalnya mubah, karena rokok termasuk benda (al-asy-ya`) yang dapat dihukumi kaidah fiqih Al-ashlu fi al-asy-ya` al-ibahah maa lam yarid dalil at-tahrim (hukum asal benda mubah selama tak ada dalil yang mengharamkan). (Ibnu Hajar ‘Asqalani, Fathul Bari, 20/341; Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nazhair, hal. 60; Syaukani, Nailul Authar, 12/443). Maka rokok mubah karena tak ada dalil khusus yang mengharamkan tembakau (at-tabghu; at-tanbak).
Namun bagi orang tertentu, rokok menjadi haram jika menimbulkan dharar(bahaya) tertentu, sedang rokok itu sendiri tetap mubah bagi selain mereka. Dalilnya kaidah fiqih Kullu fardin min afrad al-amr al-mubah idza kaana dhaarran aw mu`addiyan ilaa dhararin hurrima dzalika al-fardu wa zhalla al-amru mubahan (Setiap kasus dari sesuatu (benda/perbuatan) yang mubah, jika berbahaya atau mengantarkan pada bahaya, maka kasus itu saja yang diharamkan, sedangkan sesuatu itu tetap mubah). (Taqiyuddin Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 3/457). Berdasarkan ini, rokok haram hanya bagi individu tertentu yang terkena bahaya tertentu, semisal kanker jantung atau paru-paru. Namun tak berarti rokok lalu haram seluruhnya, tetapi tetap mubah bagi selain mereka.
Kriteria bahaya yang menjadikan rokok haram ada 2 (dua). Pertama, jika mengakibatkan kematian atau dikhawatirkan mengakibatkan kematian. Bahaya semacam ini haram karena termasuk bunuh diri (QS An-Nisaa` : 29). Kedua, jika mengakibatkan seseorang tak mampu melaksanakan berbagai kewajiban, semisal bekerja, belajar, sholat, haji, jihad, berdakwah, dll. Bahaya ini diharamkan berdasar kaidah fiqih al-wasilah ila al-haram haram(Segala perantaraan yang mengantarkan pada yang haram, hukumnya haram). (M. Husain Abdullah, Mafahim Islamiyah, 2/155).
Jika bahaya belum sampai pada kriteria di atas, maka rokok tetap mubah. Namun lebih baik meninggalkan rokok. Sebab merokok (tadkhin) dalam kondisi ini (tak menimbulkan kematian atau meninggalkan yang wajib), adalah tindakan menimbulkan bahaya pada diri sendiri yang hukumnya makruh.
Dalilnya, Nabi SAW pernah ditanya tentang seorang lelaki yang bernadzar akan berdiri di terik matahari, dan tidak akan duduk, berbuka pada siang hari (berpuasa), berteduh, dan berbicara. Nabi SAW bersabda,”Perintahkan ia untuk berteduh, berbicara, dan duduk, namun ia boleh menyempurnakan puasanya.” (HR Bukhari). Dalil ini menunjukkan larangan menimbulkan bahaya pada diri sendiri. Namun karena larangan ini tidak tegas (jazim), maka hukumnya makruh, bukan haram. (M. Husain Abdullah, ibid, 2/147). Wallahu a’lam.

——————————
Yuk Like & Share
——————————
——————————

——————————